Polusi Menumpok Bhaya Mengancam

Sore itu Dani bersama dua rekannya sedang asik nongkrong didepan Benteng Vredeburk-Malioboro. Ia mengaku sudah beberapa hari ini menghabiskan waktu sorenya disana. Selain letaknya strategis, Dani mengaku kalau kawasan tongkrongannya itu memiliki suasana yang asik dan dapat mendatangkan inspirasi baginya. Tapi terkadang ia merasa tidak kerasan duduk belama-lama disana. Soalnya ia merasa pusing dengan kepulan asap kendaraan bermotor. Terutama dari bus kota dan truk yang menurutnya banyak yang sudah tak layak jalan alias butut.
Begitulah gambaran kecil dari suasana kota Yogyakarta beberapa tahun belakangan ini. Disatu sisi yogya menawarkan sejuta keindahan untuk dinikmati. Namun disisi yang lain suasana Yogya sangat tidak layak untuk dinikmati.Ketidaknyamanan itu adalah udara di Yogyakarta sudah tertemar. Bahkan sudah sampai pada tingkat yang menghawatirkan.
Keadaan ini terbukti dari catatan badan pengendalian Dampak Lingkungan Hidup kota Yogyakarta, bahwa polusi udara di kota ini sudah kelewat batas. Ukurannya dilihat dari emisi gas buang kendaraan bermotor yang sudah mencapai 1.048,0 ug/m3. Padahal pemerintah sudah mengeluarkan batasan nilai emisi gas buang lewat Peraturan Pemerintah (PP) RI no.41 Tahun 1999 yang berisi emisi gas buang kendaraan bermotor tak lebih dari 160 ug/m3.
Program Liviable Communities Intitaives (LCI) kerjasama antara Pemerintah kota (pemkot) dan ITDP- Yayasan Lingkungan milik Amerika Serikat juga sudah membuktikannya. Dimana gas buang kendaraan kendaraan bermotor berupa hidro karbon (HC) sudah menumpuk dikota ini. Bahkan sudah melebihi batas baku mutu Nasional.
Ada api pastilah ada asap. Begitu juga dengan polusi udara di Yogyakarta pasti ada penyebabnya. Menurut Wahana Lingkungn Hidup (Walhi) Yogyakarta (http://www.walhi-yogja.or.id/) pencemaran ini berawal dari penyebaran pembanguna yang tidak merata. Pembanguna hanya menumpuk dikota saja. Sedangkan didaerah sekitarnya, seperti Kabupaten bantul, Sleman, Kulon Progo, apalagi Gunung Kidul yang tak bisa berhrap banyak. Konsekuensinya polusi udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor tak dapat dihindari.
Senada dengan diatas polusi udara di Yogyakarta juga disebabkan oleh tingginya jumlah kendaraan yang beroperasi. Terutama sepeda motor. Seperti kita ketahui bahwa Yogyakarta tercatat sebagai kota dengan jumlah sepeda motor terbesar di Indonesia. Itu belum ditambah mobil, truk, dan jenis kendaraan lainya.
Dan pada akhirnya gas buang kendaraan bermotor itulah yang mencemari kota ini. Apalagi kendaraan bermotor yang masih menggunakan bahan bakar fosil seperti hidrogen (H) dan karbon ( C ). Karena pembakarannya menghasilkan senyawa Hidro Harbon (HC) karbon monok sida (CO), karbon dioksida (Co2) juga nox. Sederetan senyawa nilah, yang tiap hari menusuk udara kota yogya. Dan itu jugalah yang kita hirup setiap hari.
Kondisi ini makin parah ketika demi penghematan banyak kendaraan yang beroperasi menggunakan bahan bakar solar. Jangan salah, solar menghasilkan senyawa berbahaya. Yaitu timbal –Timah hitam alias plumbum (PB). Di Yogya bahan bakar ini dipakai oleh bus kota dan truk. Ada juga mobil pribadi, station wagon .Asap dan gas buang kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar itulah yang menempati urutan pertama sebagai sumber polusi udara.
Merusak kesehatan
Asap dan gas buang kendaraan bermotor ternyata bukan hanya sekedar polusi udara, tapi juga dapat merusak kesehatan manusia. Bagaimana tidak, kalau kita terus-terusan menghirup udara yang tercemar maka berbagai penyakit siap mengancam. Serangan jantung misalnya, bahkan stoke.
Udara yang mengandung partikel berbahaya seperti yang dijeleskan sebelumnya akan menghambat sirkulasi udara ke jantung. Perlahan, sudah pasti itu merusak jantung. Namun bukan hanya itu saja, berbagai penyakit mematikan seperti kanker darah (leukimia), Bronchitis, Pneumonia,asma, infeksi saluran pernapasan (ISPA),gangguan fungsi paru-paru, dan selebihnya juga berpotensi menurunkan tingkat kecerdsan anak intelligent question (IQ) siap menanti.
Itu bukan sekedar cerita belaka. Badan kesehatan dunia milik PBB World Health Organization (WHO), sudah membuktikannya. Tiap 3 juta penduduk dunia, meninggal karena polusi udara. Jumlah itu sekitar 5% dari 55 juta penduduk dunia yang meninggal setiap tahunnya selain itu, WHO juga memperkirakan pengeluaran sekitar triliunan dolar, untuk menyembuhkan pendrita penyakit yang disebabkan polusi udara.
Hutan kota kurang.
Polusi udara semakin parah di kota Yogya, namun saat ini kota belum memiliki hutan kota yang cukup memadai. Padahal dengan banyaknya hutan kota dapat mengurangi tingkat polusi udara. Sebab pepohonan sangat baik menyerap timbal dan gas buang kendaraan dan juga dapat memperindah kota.
Tapi yang menjadi masalahnya adalah Yogyakarta tak memiliki lahan yang luas untuk membangunya. Mengingat luas kota Yogya yang kecil dan sempit. Saat ini pemerintah hanya mampu membuat ruang hijau kota. Yaitu dengan menanam pepohonan di sepanjang ruas rel kereta api, jalan, lingkungan kantor, sekolah bahkan di halaman rumah masyarakat.
Melihat kondisi yang serba terbatas seperti ini pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam. Pemerintah mengatasinya dengan berbagai program. Salah satunya adalah program langit biru dan menggelar berbagai serasehan tentang bahaya polusi udara.
Namun apa yang diprogramkan pemerintah itu takan bisa berjalan sendiri kalau tidak adanya partisi pasi dari masyarakat. Dan kita harus sadar bahwa polusi udara sangat mengancam kelangsungan lingkungan .dampaknya juga tidak main-main selain mengancam kelangsungan lingkungan dapat pula menyebabkan terancamnya kesehatan penduduk.