Pengertian Persepsi, Bahasa Verbal dan Bahasa Nonverbal, dan Mendengarkan


A. Persepsi
Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Dengan kata lain persepsi adalah cara kita mengubah energi – energi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna.
Persepsi juga di artikan proses memberi makna pada sensasi. Sensasi itu berasal dari kata “sense” alat penginderaan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya.
Faktor yang mempengaruhi persepsi:

1. Atensi (perhatian)
Proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. (Keneth E. Andersen 1972:46)
Perhatian terjadi ketika kita memusatkan perhatian kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indra yang lain. Atensi dapat merupakan proses sadar maupun tidak sadar.
Faktor-penarik perhatian
- Faktor Eksternal
Hal ini ditentukan oleh faktor-faktor situasional personal. Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinan perharian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter) dan sifat-sifat yang menonjol, seperti : Gerakan secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak.
Intensitas Stimuli, kita akan memerharikan stimuli yang menonjol dari stimuli yang lain
Kebauran (Novelty), hal-hal yang baru dan luar biasa, yang beda, akan menarik perhatian.
Perulangan, hal-hal yang disajikan berkali-kali bila disertai sedikit variasi akan menarik perhatian.



- Faktor Internal
Apa yang menjadi perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderungan kita melihat apa yang ingin kita lihat, dan mendengar apa yang ingin kita dengar. Perbedaan ini timbul dari faktor-faktor yang ada dalam diri kita. Contoh-contoh faktor yang memengaruhi perhatian kita adalah :Faktor-faktor Biologis (rasa lapar) Faktor-faktor Sosiopsikologis (hal-hal yang diperhatikan).
2. Faktor fungsional/personal
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal lain yang termasuk apa yang ingin kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memeberikan respons pada stimuli itu. Faktor-faktor personal antara lain pengalaman, proses belajar, kebutuhan, motif dan pengetahuan terhadap obyek psikologis.
3. Faktor struktural
Faktor-faktor structural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan ekfek-efek saraf yang ditimbulkanny pada system saraf individu. Para psikolog Gestalat, seperti Kohler, Wartheimer, dan Koffka, merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang bersifat structural. Prinsip-prinsip ini kemundian terkenal dengan nama teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, mempersepsi sesuatu, kita mempersepsikannya sebagai suatu keseluruhan. Dengan kata lain, kita tidak melihat bagian-bagiannya. Jika kia ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah; kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan .
Dalil persepsi
Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi, menjadi empat bagian :
1. Dalil persepsi yang pertama : Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Berarti objek-objek yang mendapatkan tekanan dalam persepsi biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi
2. Dalil persepsi yang kedua : Medan perceptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interprestasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi.
3. Dalil persepsi yang ketiga: Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan diperngaruhi oleh keanggotaan kelompolmua dengan efek berupa asimilasi atau kontras.
4. Dalil persepsi yang keempat : Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Dalil ini umumnya betul-betul bersifat structural dalam mengelompokkan objek-objek fisik, seperti titik, garis, atau balok.

B. Bahasa Verbal
Bahasa verbal adalah bahasa formal baik lisan maupun tertulis yang diakui dan digunakan oleh anggota kelompok sosial. Jalaluddin Rakhmat (1994), mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan diantara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Secara formal, bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti.
Tatabahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi merupakan pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa. Sintaksis merupakan pengetahuan tentang cara pembentukan kalimat. Semantik merupakan pengetahuan tentang arti kata atau gabungan kata-kata.
a. Fungsi Bahasa.
Menurut Larry L. Barker (dalam Deddy Mulyana,2005), bahasa mempunyai tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.
- Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.
- Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
- Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.
b. Keterbatasan Bahasa:
- Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek. Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak semua kata tersedia untuk merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili realitas, tetapi buka realitas itu sendiri. Dengan demikian, kata-kata pada dasarnya bersifat parsial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak.
- Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual. Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda pula.
- Kata-kata mengandung bias budaya.
Bahasa terikat konteks budaya. Oleh karena di dunia ini terdapat berbagai kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketiaka mereka menggunakan kata yang sama.
- Percampuranadukkan fakta, penafsiran, dan penilaian. Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta (uraian), penafsiran (dugaan), dan penilaian. Masalah ini berkaitan dengan dengan kekeliruan persepsi.

C. Bahasa Nonverbal
Bahasa nonverbal ialah bahasa menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.
1. Klasifikasi pesan nonverbal.
Jalaludin Rakhmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut:
- Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.
- Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad. Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.
- Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat disampaikan adalah: a. Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positif; b. Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan postur orang yang tinggi hati di depan anda, dan postur orang yang merendah; c. Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positif dan negatif. Bila postur anda tidak berubah, anda mengungkapkan sikap yang tidak responsif.
- Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.
- Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik.
- Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa.
- Pesan sentuhan dan bau-bauan.
Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian.
- Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan –menandai wilayah mereka, mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan jenis.
2. Fungsi pesan nonverbal.
Mark L. Knapp (dalam Jalaludin, 2008), menyebut lima fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:
- Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan kepala.
- Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala.
- Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya anda ’memuji’ prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.”
- Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.
- Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja.

D. Mendengarkan
Diperlukan jauh lebih sedikit waktu untuk mendengarkan dan memikirkan ketimbang waktu untuk berbicara. Kita niasanya berbicvara dengan kecepatan 120 hingga 160 kata permenit. Kita dapat mendengarkan dan berpikir empat kali lebih cepat dari pada itu. Jelas bahwa kecepatan ini membuat mendengarkan lebih mudah. Sebaliknya, hal ini menunjukkan suatu rintangan, karena membawa pendengar ke peadengaran yang kurang atau yang marginal terhadap pembicara sementara memikirkan sebelumnya untuk memberikan jawaban.
Rintangan terbesar bagi komunikasi perseorangan adalah ketidak mampuan orang untuk mendengarkan orang lain dengan baik, mengerti, dan cepat. Berbagai jenis pendengaran dikenal sebagai bersifat (1) marginal, (2) evaluatif, dan (3) proyektif. Seperti yang tersirat dalam istilahnya, pendengaran marginal adalah suatu proses memberikan sedikit perhatian seseorang kepada pembicara. Jenis pendengaran yang berbahaya ini dapat mengakibatkan salah faham pembicara dan bahkan dapat dianggap menghina orang tersebut.manajer yang pura-pura mendengarkan orang bawahan sedangkan yang sesungguhnya ia merasa cemas tentang masalah lain adalah mencari kesulitan. Adalah sangat sulit menaruh perhatian dengan sungguh-sungguh menghina pembicara adalah besar. Akan jauh lebih baik menunda pertemuan apabila pada waktu itu manajer merasa mampu mendengarkan hanya menurut cara marginal.
Pendengaran evaluatif mengandung penuh perhatian pendengar. Kita memberi penuh perhatian kepada pembicara. Akan tetapi karena kita mendengar apa yang dikatakan, kita menggunakan waktu yang ditimbulkan oleh kelambatan berbicara dan kecepatan mendengarkan untuk mempertimbangkan dan menilai kata-kata. Kita menyetujui atau tidak apa yang dikatakan dari sudut pandangan kita sendiri.
Ini khususnya adalah benar apbila ide-ide yang dikomunikasikan itu mengandung emosi. Dalam pembicaraan-pembicaraan demikian sering terdapat banyak percakapan dan perbedaan pendapat, tetapi sedikit pendengaran yang sesungguhnya, suatu situasi yang mengesampingkan komunikasi yang sesungguhnya.Komunikasi yang sesungguhnya terjadi apabila pendengar sungguh-sungguh mendengar dan memahami posisi dan maksud pembicara. Ini menuntut suatu jenis pendengaran yang disebut “proyektif”.
Sementara mendengarkan kata-kata si pembicara, pendengar dengan maksud tertentu menghindari setiap usaha untuk mengkritik, menyetujui atau tidak menyetujui. Kita berusaha memproyeksikan diri kita sendiri dalam pikiran pembicara dan sungguh-sungguh berusaha memahami sudut pandangnya tanpa evaluasi pada waktu itu. Evaluasi isi kata-kata pembicara harus terdapat dalam setiap proses komunikasi, tetapi tidak akan terdapat sebelum pendengar mendengarkan, mempelajari, dan memahami arti kata-kata tersebut. Carls Rogers menyarankan suatu aturan yang perlu diikuti dalam suatu diskusi, yang akan memudahkan pendengaran proyektif.
Setiap orang dapat berbicara dengan terus terang untuk dirinya sendiri setelah ia mengulangi ide-ide dan perasaan-perasaan pembicara sebelumnya secara cermat dan untuk kepuasan si pembicara tersebut. Dengan mengikuti aturan ini mungkin akan berarti akhir dari kebanyakan “pertukaran pikiran secara terus terang”, karena sebagian besar diskusi demikian terdiri atas berbicara dari pada mendengarkan dan salah faham dari pada memahami.
Mutu emphathy adalah penting bagi pendengaran yang baik. Tidak ada keperluan untuk menyetujui pernyataan-pernyatan pembicara, tetapi ada setiap kebutuhan untuk berusaha memahami maksud dan sikap pembicara. Hanya dengan cara ini kita dapat menyusun suatu jawaban yang sungguh-sungguh menanggapi kata-kata pembicara. Pembicara berusaha mengkomunikasikan suatu ide, kemudian orang harus mendengarkan dengan pengertian untuk tanggapan guna untuk menyesuaikan kata-kata berikutnya dengan tanggapan orang lain. Kita jangan menggunakan waktu kita untuk mendengarkan secara marginal sementara menyusun pernyataan berikutnya. Kita jangan mendengarkan dalam arti kritis atau evaluatif sehingga kita tidak sungguh-sungguh memahami maksud tanggapan. Pendengaran efektif adalah pendengaran empatik, yang memungkinkan seseorang sungguh-sungguh memahami dan kemudian menilai dan menanggapi dengan cara yang sesuai dengan tanggapan.


DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Onong. U. Ilmu komunikasi Dalam Teori dan Praktek. CV. Remaja Rosda : Bandung.

Rahkhmat, Jalaluddin, 2008 Psikologi Komunikasi. Remaja Rosda : Bandung.


0 comments: